Gambar 1. Prinsip dasar tomografi (Warsito, 2005)
Secara
sederhana pencitraan tomografi komputasi didasarkan pada formulasi matematis
yang menyatakan bahwa apabila sebuah obyek dilihat dari berbagai arah, gambar
(citra) penampang dalam obyek tersebut bisa dihitung (direkonstruksi). Dengan
demikian metode tomografi komputasi bisa dipisahkan menjadi dua proses (Warsito,
2005) :
1. Pengambilan data
proyeksi melalui penyinaran dan pendeteksian sinyal
pengukuran dari berbagai penjuru.
2. Proses
rekonstruksi untuk memperoleh citra penampang obyek dari data proyeksi,
skematik pada Gambar 1.
Citra
yang dihasilkan oleh CT (Computed
Tomography) Sinar-x pada
dasarnya adalah merupakan peta atenuasi (pelemahan) energi Sinar-x oleh
jaringan. Struktur tulang mempunyai tingkat penyerapan energi yang lebih tinggi
dibanding dengan struktur jaringan lain seperti daging atau otot, sehingga
hasil CT sangat menonjolkan struktur tulang dibanding dengan struktur organ
tubuh yang lain (Warsito, 2005).
Tabel I. Mode teknologi tomografi
berdasarkan fenomena fisika (Warsito,
2005).
Mode
|
Resolusi (mm)
|
Keterangan
|
CT-Scan (Sinar-x)
|
0.4
|
Pengukuran 1/2 piksel
|
Single
Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
|
7
|
Resolusi memburuk ditengah penampang
|
Positron Emission Tomography (PET)
|
5
|
Mempunyai resolusi yang lebih baik dibanding dengan
mode radiasi nuklir lainnya
|
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
|
1.0
|
Resolusi bisa ditingkatkan dengan medan magnet yang lebih tinggi
|
Ultasonik (5 MHz)
|
0.3
|
Terbatas oleh panjang gelombang suara
|
Hampir
bersamaan dengan ditemukannya CT-Scan,
berbagai teknologi pencitraan menggunakan mode lain juga dikembangkan untuk
aplikasinya dibidang kedokteran seperti magnetic
resonance imaging (MRI), radiasi partikel nuklir (PET), dan juga pencitraan
dengan gelombang akustik dan ultrasonik seperti yang terlihat pada Tabel 1. Berbeda dengan CT-scan,
pencitraan dengan MRI dilakukan dengan penerapan medan magnet yang sangat kuat
(hingga 1.5 tesla, sekitar 30.000 kali kekuatan medan magnet bumi) terhadap
tubuh pasien. Dengan medan magnet dari luar tersebut berbagai inti atom yang mempunyai
sifat ”magnetic moment” yang terdapat
dalam tubuh pasien akan memancarkan signal frekuensi radio (rf). Sinyal
inilah yang akan direkonstruksi dan akan memberikan respon berbeda antara
jaringan normal dengan jaringan kanker untuk keperluan diagnosa pasien.
Sementara Positron emission tomography (PET) juga dikembangkan dalam waktu yang hampir bersamaan pula dengan
CT dan MRI. Prinsip PET adalah
dengan melakukan pendeteksian terhadap foton yang dipancarkan pada peristiwa
anihilasi antara positron dan
elektron dari radionuklida yang diinjeksikan ke dalam tubuh pasien.
Rekonstruksi terhadap data yang diperoleh dengan detektor sinar alpha akan menghasilkan peta tiga dimensi. Aktifitas anihilasi tersebut bisa dimanfaatkan
untuk membedakan aktifitas fisiologi antara jaringan yang normal dan yang
mengalami perubahan menjadi kanker (Warsito, 2005).
Referensi : Warsito. 2005. Review: Komputasi Tomografi dan Aplikasinya dalam Proses Industri. Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005. USA : Ohio State University.
Referensi : Warsito. 2005. Review: Komputasi Tomografi dan Aplikasinya dalam Proses Industri. Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005. USA : Ohio State University.
No comments:
Post a Comment