Column Engineer

Column Engineer
Energy Motion of Engineer to share esoteric knowledge

Thursday, May 2, 2013

Prinsip Dasar Tomografi

Gambar 1. Prinsip dasar tomografi (Warsito, 2005)


Secara sederhana pencitraan tomografi komputasi didasarkan pada formulasi matematis yang menyatakan bahwa apabila sebuah obyek dilihat dari berbagai arah, gambar (citra) penampang dalam obyek tersebut bisa dihitung (direkonstruksi). Dengan demikian metode tomografi komputasi bisa dipisahkan menjadi dua proses (Warsito, 2005) :
1.    Pengambilan data proyeksi melalui penyinaran dan pendeteksian sinyal pengukuran dari berbagai penjuru.
2.    Proses rekonstruksi untuk memperoleh citra penampang obyek dari data proyeksi, skematik pada Gambar 1.
          Citra yang dihasilkan oleh CT (Computed Tomography) Sinar-x pada dasarnya adalah merupakan peta atenuasi (pelemahan) energi Sinar-x oleh jaringan. Struktur tulang mempunyai tingkat penyerapan energi yang lebih tinggi dibanding dengan struktur jaringan lain seperti daging atau otot, sehingga hasil CT sangat menonjolkan struktur tulang dibanding dengan struktur organ tubuh yang lain (Warsito, 2005).
Tabel I. Mode teknologi tomografi berdasarkan fenomena fisika    (Warsito, 2005).
Mode
Resolusi (mm)
Keterangan
CT-Scan (Sinar-x)
0.4
Pengukuran 1/2 piksel
Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
7
Resolusi memburuk ditengah penampang
Positron Emission Tomography (PET)
5
Mempunyai resolusi yang lebih baik dibanding dengan mode radiasi nuklir lainnya
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
1.0
Resolusi bisa ditingkatkan dengan medan magnet yang lebih tinggi
Ultasonik (5 MHz)
0.3
Terbatas oleh panjang gelombang suara

          Hampir bersamaan dengan ditemukannya CT-Scan, berbagai teknologi pencitraan menggunakan mode lain juga dikembangkan untuk aplikasinya dibidang kedokteran seperti magnetic resonance imaging (MRI), radiasi partikel nuklir (PET), dan juga pencitraan dengan gelombang akustik dan ultrasonik seperti yang terlihat pada Tabel 1. Berbeda dengan CT-scan, pencitraan dengan MRI dilakukan dengan penerapan medan magnet yang sangat kuat (hingga 1.5 tesla, sekitar 30.000 kali kekuatan medan magnet bumi) terhadap tubuh pasien. Dengan medan magnet dari luar tersebut berbagai inti atom yang mempunyai sifat ”magnetic moment” yang terdapat dalam tubuh pasien akan memancarkan signal frekuensi radio (rf). Sinyal inilah yang akan direkonstruksi dan akan memberikan respon berbeda antara jaringan normal dengan jaringan kanker untuk keperluan diagnosa pasien. Sementara Positron emission tomography (PET) juga dikembangkan dalam waktu yang hampir bersamaan pula dengan CT dan MRI. Prinsip PET adalah dengan melakukan pendeteksian terhadap foton yang dipancarkan pada peristiwa anihilasi antara positron dan elektron dari radionuklida yang diinjeksikan ke dalam tubuh pasien. Rekonstruksi terhadap data yang diperoleh dengan detektor sinar alpha akan menghasilkan peta tiga dimensi. Aktifitas anihilasi tersebut bisa dimanfaatkan untuk membedakan aktifitas fisiologi antara jaringan yang normal dan yang mengalami perubahan menjadi kanker (Warsito, 2005).

Referensi : Warsito. 2005. Review: Komputasi Tomografi dan Aplikasinya dalam Proses Industri. Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005. USA : Ohio State University.

No comments:

Post a Comment